Aku tak percaya Indonesia baik-baik saja????. Tetap menyuarakan aspirasi kawan #PolisiAnarkis#MahasiswaBergerak #malamjumat #JokowiKabur #PercayaJokowi pic.twitter.com/goodgFpkTW— hamba cahaya (@babetebeaja) October 8, 2020
Di sisi lain, melalui siaran persnya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan sejumlah lembaga atau instansi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menilai tindakan aparat terhadap massa aksi yang menolak UU Cipta Kerja masuk dalam kategori tindakan represif.
Pasalnya, massa aksi yang berniat menyampaikan aspirasi malah mendapatkan perlawanan dari aparat berupa penghadangan, penangkapan bahkan pemukulan serta pelecehan dengan ditelanjangi oleh aparat.
"Telah tiga hari ini masyarakat sipil terdiri dari mahasiswa, aktivis, buruh, petani, pelajar, turun ke jalan berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Dan YLBHI-LBH menemukan kegiatan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945 tersebut ditanggapi represif dan brutal oleh aparat kepolisian" terang YLBHI dari keterangan resminya, Kamis 8 Oktober 2020.
Baca Juga: Inggris vs Wales: Calvert-Lewin Bawa Inggris Benamkan Wales
Selain itu, tindakan represif aparat juga terjadi dengan melakukan pembubaran massa secara paksa. Pendampingan hukum terhadap massa aksi katanya juga tidak diperbolehkan tanpa alasan yang jelas.
Bahkan orang yang mau memberikan pendampingan hukum disebut juga sempat mendapatkan kekerasan dari aparat. Seperti yang terjadi di Semarang dan Manado.
Tindakan represif aparat sejatinya sejalan dengan Telegram yang dikeluarkan Kapolri.
Tindakan represif tersebut juga menunjukkan keberpihakan kepolisian terhadap pemerintah untuk mengegolkan UU Omnibus Law.
Berikut sejumlah bentuk tidak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian diberbagai daerah: