Wakil Ketua DPRD Bali Ini Tegaskan Sikapnya Tolak UU Cipta Kerja, Sebut Kaget Aksi Massa Jadi Ricuh

8 Oktober 2020, 21:02 WIB
Wakil Ketua DPRD Bali, Tjokorda Gde Asmara Putra Sukawati /Facebook.com/Anom Sukawati

DENPASARUPDATE.COM – Wakil Ketua DPRD Bali, Tjokorda Gde Asmara Putra Sukawati menegaskan sikapnya yang menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Kalau DPRD Provinsi Bali, kalau kami di Fraksi Demokrat ya menolak,” tegasnya, Kamis 8 Oktober 2020.

Menurutnya, pihaknya melihat UU tersebut sangat memberatkan para kaum pekerja.

Bahkan, ia melihat ada beberapa pasal yang menjadi alat pembunuh bagi nasib pekerja, seperti menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena akan memasuki usia pensiun.

Baca Juga: Situs Resmi DPR RI Diretas? Ada Apa? Apa Ada Kaitannya dengan UU Omnibus Law Ciptaker?

Dalam UU tersebut, pemerintah telah menghapus pasal 167 UU Ketenagakerjaan yang isinya mengatur pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena memasuki usia pensiun.

“Soal pemutusan hubungan kerja, yang tadinya pesangonnya ini diturunkan,” tegasnya.

Cok Anom juga mengatakan bahwa banyak masyarakat Bali yang ikut terdampak akibat UU tersebut.

Pasalnya, banyak masyarakat Bali yang menjadi pekerja di sektor industri pariwisata, dan beberapa sektor lainnya.

Ia tidak memungkiri bahwa bagi para pengusaha adanya UU tersebut menguntungkan, tetapi bagi masyarakat pekerja UU tersebut justru menjadi beban berat bagi kelangsungan hidupnya.

Baca Juga: Jajal Sirkuit Portimao, Rossi: Trek yang Sulit dan Luar Biasa

“Iya karena banyak juga yang di bidang pariwisata. Memang ada dua sisi, sebagai pengusaha diuntungkan. Tapi sebagai wakil rakyat ya kasihan rakyat,” paparnya.

Ia juga menyanyangkan sikap pemerintah pusat dan DPR RI yang terkesan buru-buru dalam mengesahkan UU tersebut.

“Paling tidak kita duduk Bersama, hal-hal yang ingin mereka perjuangkan, itu memberatkan bagi kaum buruh ya, sebelum diputus presiden bisa dibicarakan,” akunya.

Bahkan, ia memastikan pihaknya akan membawa aspirasi para pendemo tersebut ke DPR RI dan pemerintah terkait penolakan UU tersebut.

“Pasti lah, kami di Fraksi Demokrat kan memiliki perpanjangan tangan di DPR RI, yang sudah barang tentu melalui jalur fraksi kami akan menyampaikan ke pemerintah,” paparnya.

Sedangkan, mengenai demo sendiri, Cok Anom mengaku kaget dengan aksi ratusan massa tolak Undang-undang Ciptakerja ke Gedung DPRD Bali, Denpasar.

Massa berkumpul di depan DPRD Bali, Kamis 8 Oktober 2020 Ida Ayu Novi

Ia mengatakan bahwa dirinya sedang berada di luar daerah.

Bahkan, beberapa anggota dewan lainnya juga banyak yang bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) akibat pandemi Covid 19 ini.

“Waduh saya nggak lihat, saya ada di luar daerah ada tugas,” kata dia saat dikonfirmasi, Kamis sore.

Cok Anom juga menambahkan bahwa para massa demonstran juga tidak melalukan pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak Sekretariat DPRD Bali untuk melakukan aksinya. Dirinya mengaku apabila ada surat pemberitahuan aksi pihaknya sudah pasti akan menemuinnya sebagai wakil rakyat.

“Kalau saya di sana saya terima, nggak tahu juga kalau mereka mau datang. Kalau tahu saya datang,” ucapnya.

Baca Juga: Wow, Koster Kembali Suntik Desa Adat Dana Rp74,65 Miliar Untuk Aktifkan Kembali Satgas Gotong-royong

Seperti diketahui, Aksi massa yang menentang pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) berjalan ricuh.

Awalnya, aksi yang digelar di Kawasan Kampus Universitas Udayana (Unud), Denpasar, Kamis 8 Oktober 2020 berlangsung aman, damai, dan lancar.

Namun, tiba-tiba aksi terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok mengadakan longmarch sejauh hampir 2 km ke kantor DPRD Bali di Kawasan Renon.

Sedangkan, para mahasiwa yang tergabung dalam Aliansi Bali Tidak Diam tetap menggelar aksi di depan Kampus Universitas Udayana di Jalan PB Sudirman, Denpasar.

Namun, saat kelompok pertama yang melakukan longmarch sampai di Jalan Letjen. S. Parman-Jl. Mr. Kusumah Atmaja dekat kantor DPRD Bali ketegangan muai terjadi antara massa yang rata-rata terdiri dari anak STM dan Anarko dengan aparat kepolisian yang menjaga gedung DPRD Bali.

Massa yang emosi mulai melempar botol ke dalam dan di balas oleh Polisi dengan penyemprotan water canon dan tembakan gas air mata.

Hal ini membuat massa mulai berhamburan menyelamatkan diri, termasuk para awak media yang bertugas juga terkena water canon dan tembakan gas air mata petugas.

Baca Juga: Bangkitkan UMKM, OJK Segera Terbitkan Aturan Urun Dana Dalam Bentuk Obligasi di Pasar Modal

Kericuhan ini langsung membuat Wakapolda Bali Brigjend Pol I Wayan Suarnata turun tangan langsung memberi komando dan membackup pasukannya.

Brigjen Suarnata juga melakukan negosiasi dengan para massa demonstran yang memaksa masuk ke dalam gedung dewan untuk menyampaikan aspirasi.

Hasilnya, demonstran meminta Wakapolda Bali memediasi massa dengan DPRD Bali untuk menerima aspirasi mereka.

Wakapolda mengatakan massa aksi sebelumnya tidak mengirim surat kepada pihak DPRD Bali, sehingga DPRD Bali tidak ada di tempat menerima mereka.

Setelah terjadi negosiasi di lapangan, Wakapolda akhirnya membawa perwakilan massa untuk masuk ke gedung DPRD Bali untuk mencari pihak DPRD Bali.

Demonstran berkumpul di depan Kampus Udayana, Denpasar, Kamis 8 Oktober 2020 M Hari Balo

Setelah keluar dari gedung dewan, Salah satu masaa aksi yang masuk Komang Aldi mengatakan tidak ada satupun anggota DPRD di tempat.

"Padahal ini jam kerja, kami di Bali aksi masih dalam keadaan kondusif," ungkapnya.

Setelah bubar dari gedung DPRD, masaa kembali berkumpul di depan jalan sudirman. Massa menutup jalan dan melakukan bakar kayu.

Kapolresta Denpasar Kombespol Jansen Avitus Panjaitan menerangkan kepada media pihak massa sudah diterima oleh Kabag Umum DPRD Bali.

Kombespol Jansen juga mengatakan pihak massa yang terpecah menjadi dua ada pihak yang menyusupi.

"Mereka mengakui ada pihak yang menyusupi," jelasnya.

Baca Juga: Identik Musim Penyakit, Begini Tips Sehat Dimasa Pancaroba

Mengenai langkah menembakkan water canon Kapolresta mengatakan jika hal tersebut sudah sesuai SOP, itu untuk mengurai massa yang terprovokasi melawan aparat.

"Itu sudah sesuai SOP untuk mengurai massa," jelasnya.

Pada pukul 18.00 Aparat keamanan dengan kekuatan penuh membubarkan ribuan massa. Dengan satu komando Polisi menembakkan water canon. Massa yang marah dibubarkan membalas dengan lemparan botol dan batu.

Aparat dengan kekuatan penuh berhasil memukul mundur Mahasiswa masuk ke dalam kampus.

Hingga pukul 18.34 Mahasiswa masih bertahan di dalam Universitas Udayana.

Aparat kemanan terus menembakkan water canon ke dalam kampus Universitas Udayana untuk membubarkan massa.

Suasana disekitar kampus begitu mencekam, arus lalu lintas dialihkan, Jalan Sepanjang Kampus Unud ditutup oleh aparat.***

Editor: Rudolf Arnaud Soemolang

Tags

Terkini

Terpopuler