Muhammadiyah Desak Jokowi Bentuk Tim Independen Usut Kematian Enam Anggota FPI Oleh Polisi

- 8 Desember 2020, 16:26 WIB
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas /

DENPASARUPDATE.COM - Enam anggota FPI yang mengawal Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (IB HRS) tewas ditembak oleh aparat kepolisian Senin 7 Desember 2020.

Hal ini membuat berbagai pihak ikut menanggapi kejadian tersebut, salah satunya Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Melalui Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqqodas mengatakan bahwa pihaknya meminta pemerintah untuk mengusut dengan jelas kasus ini.

Baca Juga: Ini Tips Tetap Sehat dan Bugar di Masa Pandemi, Manfaatkan Teknologi

Bahkan, Muhammadiyah mendesak mendesak Presiden Jokowi membentuk tim independen untuk mengusut kasus tewasnya 6 laskar FPI ini.

Soal tim independen, Muhammadiyah berharap tim ini melibatkan berbagai lembaga negara. Jadi tim gabungan ini dapat menginvestigasi secara objektif soal kasus tewasnya 6 laskar FPI.

"Ada lembaga negara misalnya Komnas HAM, ada lembaga negara yang lain yang terkait dengan persoalan yang sudah terjadi ini dan unsur-unsur masyarakat yang memiliki kompetensi dan track record untuk menelaah, mengkaji objektif, benar berdasarkan fakta yang tidak ada yang tersembunyi dan disembunyikan termasuk di sini unsur masyarakat itu adalah IDI, Ikatan Dokter Indonesia," ujar Busyro dalam konferensi persnya, Selasa 8 Desember 2020

Baca Juga: Pulau Bali Trending Topic Twitter, Calon Wisatawan Rupanya Rindu Ingin Liburan

Muhammadiyah juga meminta tim independen diminta juga menguak peristiwa kekerasan lain yang juga melibatkan penggunaan senjata api oleh aparat.

"Pembentukan tim independen seyogyanya diberikan mandat untuk menguak semua peristiwa di Indonesia dengan melakukan investigasi dan pengungkapan seluruh penggunaan kekerasan dengan senjata api oleh aparat penegak hukum, polisi, dan atau Tentara Nasional Indonesia di luar tugas selain perang," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga: Kasus Penularan Covid-19 Terus Melonjak, Nilai Tukar Rupiah Dipukul Melemah

Berikut ini pernyataan lengkap Muhammadiyah:

Pernyataan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik

1. Kasus meninggalnya 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) di tengah persoalan bangsa yang masih dilanda Pandemi COVID-19, di saat yang hampir bersamaan peristiwa tertangkapnya dua Menteri dalam kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, serta penyelesaian peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja yang masih berjalan dan berpotensi koruptif apabila tidak disusun dengan benar, juga akan dilaksanakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak di beberapa wilayah di Indonesia yang pelaksanaannya terasa pincang di sana-sini terkait protokol kesehatan; menjadikan catatan penegakan hukum di Negara ini terasa kelam. Karenanya, saat ini perlu disikapi secara sungguh-sungguh oleh para pengemban kepentingan khususnya para penegak hukum guna menjaga pola penanganan perkara yang menghindari khususnya penggunaan kekerasan senjata api yang hanya sebagai upaya terakhir, secara terukur sesuai SOP dan tepat sasaran, sebagaimana hukum yang berlaku.

Baca Juga: Segera Cair, Cek di www.tapera.go.id Dana Taperum Pensiunan PNS dan Ahli Waris, Ini Dokumennya

2. Kasus meninggalnya 6 anggota FPI akibat tembakan oleh petugas kepolisian pada dini hari Senin 7 Desember 2020; seolah pengulangan terhadap berbagai peristiwa meninggalnya warga negara akibat kekerasan dengan senjata api oleh petugas negara di luar proses hukum yang seharusnya dan melalui pengadilan, seperti pada beberapa peristiwa kematian akibat senjata api, misalnya terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, kematian Qidam di Poso, dan lainnya. Pengungkapan kematian warga negara tersebut tanpa melalui proses hukum yang lengkap perlu dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau Tim Independen yang sebaiknya dibentuk khusus oleh Presiden untuk mengungkap secara jelas duduk perkara kejadian sebenarnya.

Baca Juga: Bawa 25 Penumpang, Kapal Cepat Mati Mesin di Tanjung Menangis, Sumbawa

3. Pembentukan Tim Independen seyogyanya diberikan mandat untuk menguak semua peristiwa di Indonesia dengan melakukan investigasi dan pengungkapan seluruh penggunaan kekerasan dengan senjata api oleh aparat penegak hukum, polisi dan atau Tentara Nasional Indonesia di luar tugas selain perang, dan bukan hanya untuk kasus meninggalnya 6 Anggota FPI itu saja sehingga dapat menjadi evaluasi terhadap kepatutan penggunaan senjata api oleh petugas keamanan terhadap warga negara di luar ketentuan hukum yang berlaku. Tim Independen diharapkan beranggotakan unsur lembaga negara seperti Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, unsur masyarakat, unsur profesi dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia.

Baca Juga: Setelah Jawa, Sunda Dan Bali, Kini Digelar Lomba Membuat Website Dengan Konten Aksara Lontaraq

4. Pernyataan kepolisan tentang penembakan anggota FPI bahwa petugas kepolisian tengah melakukan penyelidikan terkait informasi pengerahan massa, terhadap pemanggilan Habib Rizieq Shihab (HRS) oleh kepolisian perlu dilakukan evaluasi terhadap SOP-nya secara terbuka dan transparan kepada publik yang akan lebih baik bila disertai penyerahan seluruh dokumen tersebut kepada Komnas HAM atau Tim Independen guna ditimbang apakah penerapan prosedur penyelidikan yang dilakukan oleh tim dari Polda Metro Jaya itu sudah benar, tepat dan terukur sesuai SOP yang berlaku dalam penugasan semacam itu. Dengan diketahuinya bahwa anggota Kepolisian yang terlibat peristiwa itu dalam keadaan operasi tertutup atau tanpa seragam dan tanda pengenal maka perlu dijelaskan jenis kegiatan itu masuk kategori penyelidikan atau kegiatan intelijen yang di luar proses penegakan hukum yang benar. Perbedaan jenis kegiatan penyelidikan dan kegiatan operasi intelijen menjadi penting untuk bisa menilai ketepatan penggunaan kekuatan senjata api dalam perkara ini sekaligus untuk mengukur kejelasan hasil pengamatan intelijen yang diperoleh oleh kepolisian.

Baca Juga: Hanya Lakukan Tes Cepat, KPU Bali Garansi Tempat Pemungutan Suara Bebas Covid-19

5. Merujuk pada peristiwa penembakan dimaksud, perlu diadakan evaluasi terhadap pola penangan penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Sangat disayangkan seolah tidak terdapat upaya-upaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait pengolahan dan pengamanan TKP. Apabila peristiwa terjadi kemarin karena polisi sedang melaksanakan penyelidikan, seharusnya mengikuti prosedur dalam penyelidikan dan bila mendapatkan hambatan, apalagi hambatan tersebut merupakan bentuk kekerasan, maka penyelidik melaporkan kejadian tersebut, dan sesuai prosedur melakukan pengamanan TKP, sehingga peristiwa tersebut menjadi langkah awal pembuktian adanya tindak pidana penyerangan terhadap petugas kepolisian yang sedang melaksanakan tugas. Peristiwa ini telah mengabaikan prinsip penanganan perkara sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap 6 petugas kepolisian yang melakukan penyelidikan beserta atasan yang bertanggungjawab. Pemeriksaan terhadap petugas kepolisian tersebut menjadi jelas maksud dari adanya penyerangan dan batasan yang dibenarkan oleh hukum untuk mencegah serangan tersebut termasuk bila perlu melakukan beladiri. Penjelasan Kapolda Metro Jaya melalui media atas peristiwa itu menunjukkan sikap defensif dan sepihak dari Kepolisian yang mirip dan merupakan pengulangan terhadap berbagai peristiwa penembakan oleh pihak kepolisian terhadap pelaku yang dituduh sebagai pelaku tindak pidana di masa lalu.

Baca Juga: Ini Update Harga Emas Hari Ini Selasa 8 Desember 2020, Emas Antam Rp1.921.000 per 2 Gram

6. Penetapan TKP dan Barang Bukti serta pemeriksaan saksi-saksi segera dilakukan oleh kepolisian yang berbeda divisi atau diambil alih oleh Mabes Polri dalam hal ini Bareskrim Polri. Apabila penggunaan kekerasan dengan senjata api dilakukan di luar prosedur yang telah ditetapkan maka pertanggungjawaban hukum harus dilakukan tidak hanya secara etik, tetapi juga secara hukum pidana, untuk disidangkan di pengadilan secara terbuka.

7. Fakta adanya 6 anggota FPI yang meninggal akibat peristiwa ini, demi hukum perlu dilakukan autopsi dan olah TKP oleh tim Forensik Independen untuk mendapatkan keterangan ilmiah, sebab kematian, waktu kematian dan arah peluru atau benda yang menyebabkan kematian.

Baca Juga: Pesawat Latih Alami Kecelakaan di bandara Adi Sucipto, Pilot dan Siswa Penerbang Selamat

8. Menyayangkan keterlibatan Pangdam Jaya dalam proses penjelasan peristiwa kematian 6 anggota FPI oleh pihak Kepolisian, hal ini menguatkan dugaan TNI turut diperankan dalam penanganan penyidikan tindak kejahatan yang berarti TNI telah keluar dari fungi dan tugas utama TNI.

9. Kami berharap masyarakat mendapatkan seluruh informasi sebagai perwujudan hak keterbukaan informasi terhadap segala proses yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani perkara ini dan tim yang telah bekerja dari Komnas HAM, begitu pula bila dibentuk Tim Independen oleh Presiden.

Baca Juga: Polisi Tembak Pengikut HRS, Fadli Zon Duga Dibantai, Kapolda Harus Dicopot dan Bertanggung Jawab

10. Kami berharap masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh upaya apa pun guna menjaga ketertiban dan keamanan bersama sambil menanti langkah-langkah yang pasti dari semua yang berkepentingan dengan penegakan hukum.


Yogyakarta, 8 Desember 2020
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik
Dr. Busyro Muqqodas, S.H., M.Hum.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah
Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum.

Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah,
Dr. Yono Reksoprodjo.***

Editor: Rudolf Arnaud Soemolang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah