Media The Economist Kritik UU Omnibus Law Ciptaker, Sebut Indonesia Bergerak ke Arah Otoritarianisme

- 23 Oktober 2020, 18:35 WIB
Polisi menjaga demo buruh dan mahasiswa di depan Kampus Universitas Udayana, Denpasar, Kamis 22 Oktober 2020
Polisi menjaga demo buruh dan mahasiswa di depan Kampus Universitas Udayana, Denpasar, Kamis 22 Oktober 2020 /Tegar Putra Jaya

DENPASARUPDATE.COM – Disahkannya Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) tidak saja menjadi sorotan nasional, tetapi juga internasional.


Bahkan, media ekonomi terkemuka dunia dari Inggris ikut mengulas terkait disahkannya undang-undang tersebut dan reaksi dari masyarakat atas pengesahannya.


Dalam sebuah artikelnya yang terbit pada 15 Oktober 2020,The Economist mengkritik undang-undang Omnibus Law Ciptaker tersebut dan juga sikap pemerintah pusat, utamanya Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Penjualan Sempat Anjlok, Matahari Dept Store Perlahan Mulai Stabil

Mereka menilai bahwa undang-undang tersebut memiliki banyak kekurangan, dan sosok Jokowi dinilai sudah tidak seperti yang dibayangkan saat ia mulai mengawali kekuasannya pada medio 2014 lalu.


Menariknya, media tersebut menulis bahwa saat ini sosok Jokowi mirip dengan sosok Mantan Presiden RI ke-2 yakni, Soeharto alias Pak Harto.


The Economist juga membandingkan sosok Jokowi yang sudah jauh berbeda dengan saat ia mulai menjabat.

Baca Juga: Kisah Pertemuan si Kembar Trena dan Treni, Kembali Bertemu Setelah Terpisah 20 Tahun


Menurut The Economist, Jokowi pada waktu awal menuju kursi kepresidenan dan di awal-awal periode pertamanya dikenal sebagai presiden yang merakyat atau “man of the people”.

Namun, kini menurutnya Jokowi saat ini dikeliling oleh para oligarki politik dan bisnis di ibukota.


“(Jokowi) yang sekarang baru saja mengurangi perlindungan untuk pekerja, dan pekan ini mengirim polisi untuk memukul mundur pemimpin-pemimpin yang turun ke jalan untuk protes,” tulis The Economist seperti dikutip Jumat 23 Oktober 2020.

Baca Juga: Catat! Ini Jadwal BLT Subsidi Gaji BPJS Ketenagakerjaan Gelombang 2 Rp 1,2 Juta ke Karyawan Cair

Media itu juga mengakui bahwa undang-undang tersebut merupakan upaya masuk akal guna memudahkan bisnis dan investasi di Indonesia.

Artikel Majalah The Economist yang mengkritik pemerintahan Jokowi atas pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker.
Artikel Majalah The Economist yang mengkritik pemerintahan Jokowi atas pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker. The Economist

Hanya saja, The Economist menyoroti pengesahan undang-undang itu yang dilakukan pada masa pandemic Covid-19.


Salah satu, faktor yang disorot oleh media itu adalah pengurangan kewenangan daerah atau otonomi daerah, izin lingkungan, dan Omnibus Law menguntungkan industri pertambangan, serta memudahkan perusahaan logging untuk mengambil untung dari hutan.

Baca Juga: Cara Menjinakkan Burung Murai Batu dari Alam Liar Supaya Gacor, Ini Tips-nya


Keluhan buruh dan sulitnya teks final Omnibus Law juga dipertanyakan media asing tersebut.


“Pemerintah berkata perserikatan sudah diajak berkonsultasi, mereka membantahnya. Teks finalnya, diloloskan oleh parlemen pada 5 Oktober dan berada di meja presiden untuk ditandatangani, masih belum diterbitkan untuk publik,” tulis The Economist.


The Economist mencatat sepak terjang pemerintahan Jokowi tahun ini, mulai dari mengurangi independensi KPK hingga menggunakan kepolisian untuk membungkam pengkritik.

Baca Juga: Razia Masker Terus Digencarkan Tim Yustisi Kabupaten Badung

Jokowi juga dianggap kurang maksimal memperhatikan hak perempuan, minoritas, dan kebebasan sipil.


“Jokowi mungkin tidak pernah menjadi demokrat transformasional yang dibayangkan penggemarnya dulu. Seperti Suharto, pembangunan merupakan hal yang penting,” tulis The Economist.


Bahkan, dalam satu tweet-nya, The Economist menyebut bahwa Indonesia saat ini sedang menuju jurang otoritarianisme yang mirip dengan masa Orde Baru.


“Indonesia kembali ke otoritarianisme dengan kepemimpinan Joko Widodo”, cuitnya akun twiitter @TheEconomist, 19 Oktober 2020.

Di sisi lain, Presiden Jokowi mengumumkan dukungan dari lembaga Bank Dunia terkait pengesahan dan terbitnya UU Omnibus Law Ciptaker tersebut.

Jokowi mengatakan bahwa undang-undang tersebut merupakan reformasi besar guna mendongkrak pemulihan ekonomi dalam negeri.

"Undang-Undang Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif.' Ini kata Bank Dunia," cuit Jokowi lewat akun Twitter-nya pada Jumat 16 Oktober 2020.

Dalam rilis itu, Bank Dunia menyebut Omnibus Law Ciptaker sebagai reformasi skala besar Indonesia di sektor ekonomi agar lebih kompetitif dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Omnibus Law Ciptaker dinilai dapat mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.

Bank Dunia menyatakan Omnibus Law Ciptaker diperlukan untuk menghilangkan aturan-aturan yang ketat dalam kerja sama bisnis sehingga mampu menarik investasi dan dapat membuka lapangan kerja untuk memerangi kemiskinan.

"Dengan menghilangkan batas-batas yang ketat pada investasi, menandakan Indonesia terbuka dalam berbisnis, hal tersebut dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan," demikian rilis Bank Dunia yang dikutip Jokowi.

Baca Juga: Sensor Artikel Joe Biden, Bos Facebook dan Twitter Akan Diadili Senat Amerika Serikat

Kendati demikian, Bank Dunia turut mengingatkan agar pemerintah Indonesia perlu menerapkan aturan hukum yang konsisten untuk memastikan iklim ekonomi inklusif lewat Omnibus Law Ciptaker itu tetap berjalan.

Bank Dunia menyatakan komitmen untuk terus bekerja sama lewat Omnibus Law untuk pemulihan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

"Bank Dunia berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi semua orang Indonesia," demikian lembaga tersebut.***

 

Editor: Rudolf Arnaud Soemolang

Sumber: Twitter The Economist


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x