Media The Economist Kritik UU Omnibus Law Ciptaker, Sebut Indonesia Bergerak ke Arah Otoritarianisme

- 23 Oktober 2020, 18:35 WIB
Polisi menjaga demo buruh dan mahasiswa di depan Kampus Universitas Udayana, Denpasar, Kamis 22 Oktober 2020
Polisi menjaga demo buruh dan mahasiswa di depan Kampus Universitas Udayana, Denpasar, Kamis 22 Oktober 2020 /Tegar Putra Jaya

Namun, kini menurutnya Jokowi saat ini dikeliling oleh para oligarki politik dan bisnis di ibukota.


“(Jokowi) yang sekarang baru saja mengurangi perlindungan untuk pekerja, dan pekan ini mengirim polisi untuk memukul mundur pemimpin-pemimpin yang turun ke jalan untuk protes,” tulis The Economist seperti dikutip Jumat 23 Oktober 2020.

Baca Juga: Catat! Ini Jadwal BLT Subsidi Gaji BPJS Ketenagakerjaan Gelombang 2 Rp 1,2 Juta ke Karyawan Cair

Media itu juga mengakui bahwa undang-undang tersebut merupakan upaya masuk akal guna memudahkan bisnis dan investasi di Indonesia.

Artikel Majalah The Economist yang mengkritik pemerintahan Jokowi atas pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker.
Artikel Majalah The Economist yang mengkritik pemerintahan Jokowi atas pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker. The Economist

Hanya saja, The Economist menyoroti pengesahan undang-undang itu yang dilakukan pada masa pandemic Covid-19.


Salah satu, faktor yang disorot oleh media itu adalah pengurangan kewenangan daerah atau otonomi daerah, izin lingkungan, dan Omnibus Law menguntungkan industri pertambangan, serta memudahkan perusahaan logging untuk mengambil untung dari hutan.

Baca Juga: Cara Menjinakkan Burung Murai Batu dari Alam Liar Supaya Gacor, Ini Tips-nya


Keluhan buruh dan sulitnya teks final Omnibus Law juga dipertanyakan media asing tersebut.


“Pemerintah berkata perserikatan sudah diajak berkonsultasi, mereka membantahnya. Teks finalnya, diloloskan oleh parlemen pada 5 Oktober dan berada di meja presiden untuk ditandatangani, masih belum diterbitkan untuk publik,” tulis The Economist.


The Economist mencatat sepak terjang pemerintahan Jokowi tahun ini, mulai dari mengurangi independensi KPK hingga menggunakan kepolisian untuk membungkam pengkritik.

Halaman:

Editor: Rudolf Arnaud Soemolang

Sumber: Twitter The Economist


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x