Baca Juga: Razia Masker Terus Digencarkan Tim Yustisi Kabupaten Badung
Jokowi juga dianggap kurang maksimal memperhatikan hak perempuan, minoritas, dan kebebasan sipil.
“Jokowi mungkin tidak pernah menjadi demokrat transformasional yang dibayangkan penggemarnya dulu. Seperti Suharto, pembangunan merupakan hal yang penting,” tulis The Economist.
Bahkan, dalam satu tweet-nya, The Economist menyebut bahwa Indonesia saat ini sedang menuju jurang otoritarianisme yang mirip dengan masa Orde Baru.
“Indonesia kembali ke otoritarianisme dengan kepemimpinan Joko Widodo”, cuitnya akun twiitter @TheEconomist, 19 Oktober 2020.
Indonesia is lurching back into authoritarianism with Joko Widodo at the helm https://t.co/Hp3IiMUcoB— The Economist (@TheEconomist) October 19, 2020
Di sisi lain, Presiden Jokowi mengumumkan dukungan dari lembaga Bank Dunia terkait pengesahan dan terbitnya UU Omnibus Law Ciptaker tersebut.
Jokowi mengatakan bahwa undang-undang tersebut merupakan reformasi besar guna mendongkrak pemulihan ekonomi dalam negeri.
"Undang-Undang Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif.' Ini kata Bank Dunia," cuit Jokowi lewat akun Twitter-nya pada Jumat 16 Oktober 2020.
"Undang-Undang Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif." Ini kata Bank Dunia.
Berikut pernyataan lengkapnya. pic.twitter.com/AI3TmGposw— Joko Widodo (@jokowi) October 16, 2020
Dalam rilis itu, Bank Dunia menyebut Omnibus Law Ciptaker sebagai reformasi skala besar Indonesia di sektor ekonomi agar lebih kompetitif dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Omnibus Law Ciptaker dinilai dapat mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Bank Dunia menyatakan Omnibus Law Ciptaker diperlukan untuk menghilangkan aturan-aturan yang ketat dalam kerja sama bisnis sehingga mampu menarik investasi dan dapat membuka lapangan kerja untuk memerangi kemiskinan.