Lintas Feminis Jakarta Desak Adanya Keadilan Untuk Korban Perkosaan di Kasus Suami Bunuh Pemerkosa Istrinya

- 3 Desember 2021, 20:19 WIB
Ilustrasi perkosaan dan pembunuhan mutilasi. Ada sejumlah fakta baru yang terungkap dalam kasus mutilasi di Bekasi. Setelah tersangka tertangkap, ternyata ada kasus dugaan pemerkosaan yang jadi latar belakang nyawa korban melayang lalu dimutilasi.Pixabay/cocoparisienne/Republica.
Ilustrasi perkosaan dan pembunuhan mutilasi. Ada sejumlah fakta baru yang terungkap dalam kasus mutilasi di Bekasi. Setelah tersangka tertangkap, ternyata ada kasus dugaan pemerkosaan yang jadi latar belakang nyawa korban melayang lalu dimutilasi.Pixabay/cocoparisienne/Republica. /

DENPASARUPDATE.COM - Marakknya korban kekerasan seksual yang kerap tidak mendapatkan keadilan di Indonesia mendapat tanggapan dari para aktivis perempuan, salah satunya adalah Lintas Feminis Jakarta atau Jakarta Feminist.

Pasalnya, sebelumnya terjadi sebuah kasus pemerkosaan terhadap seorang perempuan yang memiliki inisial LS yang berusia 22 tahun di Kab. Kepahiang, Provinsi Bengkulu.

LS sendiri diperkosa sebanyak dua kali seorang pria bernama Anwar yang merupakan mantan bos dari suami LS yang berinisial RD yang berusia 23 tahun.

Baca Juga: RAMALAN ZODIAK CINTA Sabtu 4 Desember 2021 untuk Sagitarius, Capricorn, Aquarius, Pisces, Aries, Taurus

Mirisnya berdasarkan penuturan LS, Anwar sempat memberikan ancaman kepada LS akan membunuh keluarganya jika dia menceritakan kejadian kekerasan seksual tersebut terhadap suaminya.

Pun begitu, di tengah kondisi terancam nyawanya, LS tetap mengambil sikap berani dengan bercerita kepada suaminya terkait pemerkosaan dan ancaman yang terjadi.

Mendengar penuturan istrinya, kemarahan RD membuncah hingga dia melakukan pembunuhan terhadap Anwar.

Baca Juga: MUI Pusat dan Baznas Lakukan Roadshow Pencegahan Dini Kanker Serviks Lewat Tes IVA

RD telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 340 jo Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati.

Sekarang, LS tidak hanya menghadapi trauma kekerasan seksual tetapi juga proses hukum kasus pembunuhan serta kemungkinan kehilangan suami pada masa depan.

RD dan LS juga memiliki satu anak yang masih kecil dan tidak memahami apa yang terjadi.

“Di sini kita melihat urgensi pengesahan dan pengaturan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang berperspektif korban agar setidaknya mempermudah korban melapor dan mendapatkan keadilan dan pemulihan sehingga kejadian seperti ini tidak perlu terjadi,” ujar Anindya Restuviani, Direktur Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta dalam keterangan persnya yang diterima redaksi DenpasarUpdate.com (Pikiran Rakyat Media Network), Jumat 3 November 2021.

Baca Juga: LOWONGAN KERJA PT Angkasa Pura Supports, Dibutuhkan Admin Officer Di Kawasan Industri Karawang

Oleh sebab itu, Lintas Feminis Jakarta menilai penjatuhan hukuman mati bagi RD tidaklah tepat dan akan mencederai keadilan bagi korban kekerasan seksual.

Atas dasar itu, Lintas Feminis Jakarta menuntut dan mendorong Polres Kepahiang dan instansi terkait untuk mempertimbangkan alasan-alasan pemaaf dalam kasus pembunuhan ini yang dapat meringankan hukuman RD.

"Oleh karena itu, penjatuhan pasal berlapis dengan ancaman pidana hukuman mati perlu dipertimbangkan kembali. Penjatuhan hukuman mati pada RD selain bertentangan dengan hak asasi manusia juga dapat memperburuk situasi korban perkosaan LS. Dukungan keluarga adalah salah satu faktor kunci dalam upaya pemulihan korban kekerasan seksual, dan sekarang LS tidak hanya harus menghadapi trauma akibat perkosaan melainkan juga menghadapi proses hukum yang panjang dan melelahkan," katanya.

Baca Juga: Ditanya Soal Capres 2024 oleh PRMN, Ridwan Kamil: Saya kan 2 Kali Menang Pilkada, Ini Logika Pikirnya

Mendesak LPSK dan lembaga lain yang berkaitan dengan perlindungan korban dan perlindungan anak untuk memberikan perlindungan dan pemulihan bagi LS beserta anaknya. Berdasarkan pemberitaan media, korban LS dan keluarga berencana untuk pindah dari lingkungan rumah mereka karena malu. Situasi ini menunjukkan salah satu kebutuhan mendesak korban yakni rumah aman dan perlindungan sosial.

Menuntut DPR RI, Presiden, dan Pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang berperspektif pada kepentingan korban, yang telah bertahun-tahun mogok di DPR walaupun sangat jelas bahwa Indonesia membutuhkan payung hukum yang mampu memberikan keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual.

Baca Juga: Heboh Genta Berbentuk Alat Kelamin Pria, PHDI Denpasar Langsung Lakukan Hal Ini Terhadap Ida Dukuh Celagi

Kehadiran RUU TPKS dapat mencegah terjadinya kejadian serupa dan memberikan keadilan serta pemulihan bagi korban.

Mendorong Pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, untuk meningkatkan jumlah dan kualitas lembaga layanan korban kekerasan berbasis gender serta pendanaan bagi lembaga tersebut agar korban dapat mengakses bantuan, dampingan dan pemulihan yang dibutuhkan.***

Editor: Rudolf Arnaud Soemolang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah