Pada Rabu 9 Februari 2022 tim satgas meminta keterangan dari pihak Kubutambahan. Diantaranya Bendesa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea, Perbekel Kubutambahan Gede Pariadnyana, serta Ketua Komite Penyelamat Aset Desa Adat (Kompada) Ketut Ngurah Mahkota.
Ketua Kompada Ketut Ngurah Mahkota mengaku pihaknya telah membawa setumpuk data dan kronologis peristiwa. Hal itu akan disampaikan pada Satgas Mafia Tanah Kejagung. Ia pun mengaku mendapat undangan untuk memberi keterangan terkait hal tersebut.
Menurutnya poin keberatan krama adalah addendum kontrak sewa lahan duwen pura Desa Adat Kubutambahan yang dilakukan pada 2012 lalu. Dalam addendum itu disebutkan bahwa kontrak lahan seluas 370,8 hektare dapat diperpanjang.
“Di sana ada klausul perpanjangan waktu selama 30 tahun, 60 tahun, 90 tahun, sampai waktu tidak terbatas. Itu yang membuat kami keberatan. Itu pun tidak melalui putusan paruman,” kata Mahkota.
Mahkota mengatakan, krama hanya mengakui proses kontrak yang dilakukan pada tahun 2001 silam. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa kontrak akan berakhir pada tahun 2031. Keputusan itu pun diambil melalui paruman yang disaksikan notaris serta pemerintah daerah.
Dalam kontrak awal juga disebutkan bahwa investor memiliki kewajiban mengelola lahan sebagai kawasan pariwisata. Disamping itu investor wajib membayar royalti pada desa adat setelah 5 tahun pengelolaan.