“Kalau PMN-nya adalah penugasan negara, misalnya seperti bikin jalan, kan itu harus diselesaikan, atau PLN, membayar untuk menyubsidi listrik seperti pandemi kemarin, tapi pada saat kondisi perusahaan itu tidak efektif, efisien, justru terindikasi terjadinya banyak penyimpangan ya tidak perlu ada PMN,” terangnya.
Baca Juga: LOWONGAN KERJA! Bank Muamalat Membuka Customer Service Development Program Periode Oktober 2021
Bahkan, seharusnya pemerintah sejak awal harus melakukan klasifikasi BUMN yang layak dan tidak layak mendapatkan PMN dari negara.
“Memang harus diklasifikasikan, tidak semua BUMN tidak perlu PMN, ada BUMN yang karena penugasan negara ditunjuk presiden seperti PLN, seperti Pertamina, seperti Hutama Karya memang disuruh melakukan tugas BUMN-nya ini sebagai agent of development ya harus disertakan penyertaan modal negara itu,” imbuhnya.
Legislator asal Ubud Gianyar ini justru menyebutkan bagi BUMN yang terus merugi seharusnya tidak mendapatkan PMN dari pemerintah.
Dia berpendapat jika perusahaan-perusahaan tersebut semestinya harus dilikuidasi oleh pemerintah karena membebani uang negara.
“ASABRI, Jiwasraya yang jelas terindikasi terjadinya korupsi dan pendanaannya nggak jelas ya harus menjadi pertanyaan kenapa diberikan PMN-nya. Ketiga, kalau kategorinya perusahaan itu tidak efisien, tidak efektif, malah hanya memanfaatkan PMN saja ya kita berharap tidak diberikan penyertaan modal negara itu, mendingan perusahaan yang merugi itu dalam tanda kutip dilikuidasi, karena justru membebani negara terus kan,” terangnya.
Seperti diketahui, adapun selama tujuh tahun Jokowi menjabat sebagai presiden, yakni 2014-2020, pemerintah telah menyuntikan PMN kepada BUMN dengan total mencapai Rp 176,1 triliun. Untuk tahun ini outlook PMN sebesar Rp 71,2 triliun.