Ini Fakta Mengapa Vaksin Astra Zeneca Diperbolehkan Meski Diharamkan MUI

20 Maret 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi vaksin Astra Zeneca /Pikiran Rakyat/Denpasar Update

DENPASARUPDATE.COM - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah mengeluarkan fatwa dengan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi pada saat Berpuasa. Dimana dalam fatwa tersebut memperboleh Umat Muslim yang menjalankan puasa untuk melakukan vaksin.

Selain itu fatwa terbaru dari MUI pusat Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi Astra Zeneca yang dikembangkan oleh negara Inggris dan Swedia.
Setelah melakukan kajian yang mendalam dan pertimbangan ahli terpercaya.

Sidang fatwa Jumat siang, 19 Maret 2021. Akhirnya memutuskan bahwa vaksin produksi Astra Zeneca ini hukumnya haram. Tetapi mubah digunakan.

Baca Juga: Link Live Streaming Ikatan Cinta 19 Maret 2021 RCTI : Al & Andin Bertemu dengan Sumarno Ungkap Fakta

Vaksin ini haram karena dalam proses pembuatan inang (rumah) virusnya, produsen menggunakan tripsin dari pankreas babi. Tripsin ini bukan bahan baku utama virus, melainkan sebuah bahan yang digunakan untuk memisahkan sel inang virus dengan Micro carier virus. Vaksin Covid-19 Produksi Astra Zeneca ini menjadi mubah karena darurat. Itu disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh dalam situs resmi mui.or.id

KH. Asrorun Niam menyebut ada lima hal yang membuat vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca mubah digunakan. Diantaranya pertama, dari sisi agama Islam. Ada hal mendesak yang membuat ini masuk dalam kondisi darurat.

Sumber-sumber hukum dari Al-Quran, Hadist, Kitab Ulama, maupun kaidah fiqih membolehkan penggunaan (mubah) sebuah obat meskipun itu haram dalam kondisi darurat.
“Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iyah,” ujarnya.

Baca Juga: Dandi Rahman, Anak Desa Asli Seririt Buleleng Duta Liga Dangdut Indosiar dari Provinsi Bali

Kedua, kondisi darurat itu, selain ada landasan agamanya, juga diperkuat dengan fakta-fakta di lapangan. Beberapa ahli kompeten yang dihadirkan dalam sidang fatwa MUI juga menyebutkan bahwa akan ada resiko fatal jika vaksinasi Covid-19 ini tidak berjalan.

Tujuan vaksinasi adalah melahirkan kekebalan komunal (herd immunity). Sehingga virus tidak berkembang lagi di lingkungan. Itu terjadi bila 70% penduduk sudah tervaksinasi.

“Jika kurang dari 70%, entah karena ketidakmauan atau kekurangan tersediaan vaksin, maka vaksinasi akan percuma dan kondisi yang lebih berbahaya akan terjadi,” bebernya.
Ada juga keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19.

Baca Juga: Kisi-Kisi Bocoran Ikatan Cinta 19 Maret 2021 : Mama Rosa Berubah dan Benci Andin Usai Diberitahu Reyna

Ketiga, memang paling utama menggunakan vaksin yang sudah terjamin halal dan suci. Seperti vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Namun Indonesia hanya memperoleh jatah sekitar 140 juta vaksin dan yang bisa digunakan hanya 122,5 juta dosis.

Jumlah itu tentu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat herd immunity karena hanya bisa digunakan untuk 28% penduduk. Untuk menambah pasokan, maka perlu ada vaksin yang diproduksi produsen lain seperti Astra Zeneca ini.

“Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok,” ujarnya.

Baca Juga: Panglima TNI dan Kapolri Tinjau Vaksinasi 600 Anggota TNI Polri di GOR Kepaon

Keempat, persaingan mendapatkan vaksin di seluruh dunia begitu ketat. Seluruh negara berlomba-lomba mendapatkan quota vaksin lebih untuk warganya. Indonesia sendiri, setelah melakukan lobi, baru memperoleh dari Sinovac dan Astra Zeneca. Itupun termasuk istimewa untuk negara di dunia yang saat ini sedang berebut jatah vakin.

“Karena itu, pemerintah tidak memiliki wewenang untuk memilih vaksin mana yang diprioritaskan dipilih karena keterbatasan jumlah vaksin ini. Pzifer, Novavac, Sinopharm, dan Moderna memang sudah berkomitmen, namun belum menetapkan jatah vaksin untuk Indonesia,” pungkasnya. ***

Penulis: JLD Panji Bagasta

Editor: I Gusti Ngurah Kartika Mahayadnya

Sumber: Denpasar Update

Tags

Terkini

Terpopuler