Kisah Nyoman Suwitra, Perajin Gambelan dan Gong dari Drim Bekas, Harga Terjangkau Permintaan pun Mengalir

1 Maret 2024, 16:39 WIB
Gong karya Nyoman Suwirta di Beringkit Mengwi Badung yang dibuat dari bahan drim bekas. /kartika mahayadnya/denpasar update

 

DENPASARUPDATE.COM -Tingginya permintaan gambelan dan gong untuk kesenian tradisional di Bali membuat pihak produsen harus terus berproduksi.

Masalahnya bahan baku yang lama kelamaan semakin langka. Di Badung produksi gambelan dan gong sudah ada sejak tahun 1970-an.

Salah satu pande yang terus memproduksi gambelan hingga saat ini yaitu milik Nyoman Suwitra di Dusun Selat, Desa Beringkit, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali.

 Baca Juga: Maksi Bareng, Gibran Siapkan Mangkunegara X alias Gusti Bhre Jadi Walikota Solo?

Gambelan dan gong buah karya Suwitra ini  terbilang unik karena memanfaatkan bahan daur ulang alias bahan bekas. Yaitu memanfaatkan drim aspal bekas atau drim tangki minyak yang sudah tak terpakai.

Karena harganya yang terhjangkau dan berkualitas, permintaan dari luar Badung pun terus mengalir. Seperti dari Kabupaten Jembrana dan Buleleng, Denpasar dan Gianyar.

Umumnya, gambelan memakai bahan logam kuningan. Namun Suwirta bisa menyulap drim bekas menjadi gambelan dan gong berkualitas.

 Baca Juga: Majelis Sidang Bawaslu RI Putuskan Zulkifli Hasan Lakukan Pelanggatan Administrasi Pemilu

Diceritakannya ide memproduksi gambelan dan gong dari olahan drim bekas berawal karena keluarganya yang lebih dulu membuat perabot rumah tangga. Bahan yang digunakan yaitu drim bekas dari Pulau Jawa.

Keluarganya pun melihat adanya peluang untuk mengolah bahan drim bekas menjadi gamelan. Karena diakuinya produksi gamelan di masa itu memerlukan modal yang besar.

"Modal produksinya besar dan belum cukup kemampuan untuk membuat itu. (Di tahun itu, red) pasar gamelan yang ramai. Kami mulai berpikir, kenapa tidak coba saja sambil buat gamelan," kisahnya.

 Baca Juga: Persiapan Mepet tapi Target Menang di Kandang, Teco Serukan Supporter Penuhi Stadion, tapi Faktanya Begini

Ia sekeluarga lantas mencoba untuk merakit lempengan drim bekas hingga menyerupai bagian-bagian gamelan. Hingga lahirlah karya gamelan gong, kecek, hingga riong dari bengkelnya.

Bengkel ini mulai dibangun dan ditekuni oleh sang ayahanda, Made Kembar, pada tahun 1970-an. Kemudian mulai tahun 1980, dirinya mulai ikut membantu di bengkel dan meneruskan usaha ini sebagai generasi kedua.

Gamelan dijual dengan harga yang lebih terjangkau dan berhasil menarik minat masyarakat. Saat ini usahanya juga serint kedatangan pesanan dari kelompok seni di luar kabupaten.

 Baca Juga: Beri Prabowo Subianto Kenaikan Pangkat Istimewa, Presiden Jokowi Tepis Isu Transaksi Politik

"Peminatnya bukan cuma pribadi, tapi juga dari kelompok. Sekolah-sekolah TK itu juga pesan gamelannya pakai gamelan besi karena lebih murah," kata Suwitra.

Gamelan yang diproduksinya dibanderol dari harga Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. Sementara instrumen gamelan yang berukuran besar dijual sampai harga Rp1 juta.

Durasi pengerjaannya pun bervariasi tergantung jenis gamelannya. Seperti yang paling mudah yaitu kecek yang bisa selesai dalam waktu dua hari. Sementara gamelan jenis gong memerlukan waktu lebih lama, yaitu sampai lima hari.

 Baca Juga: Tangani Inflasi, Pj Bupati Lihadnyana Ubah Semak Belukar Jadi City Farming

Adapun prosesnya dimulai dari pemotongan drim menjadi pelat, proses bentuk, pengelasan, hingga finishing. Pengerjaannya dilakukan oleh keluarga sendiri atau istilahnya home industry yang memanfaatkan pekerja dari kalangan keluarga.***

Editor: I Gusti Ngurah Kartika Mahayadnya

Tags

Terkini

Terpopuler