“Sebab kita tahu selama ini ekonomi Bali PDRB-nya didominasi oleh sektor tersier yaitu, sektor jasa, khususnya jasa pariwisata sekitar 68,68 persen. Meskipun saat ini pemerintah Bali sudah membuat perencanaan yang matang dalam mentransformasikan ekonomi Bali di luar sektor pariwisata, tapi proses untuk shifting (bergeser) itu memerlukan waktu, tidak bisa serta merta dalam kurun waktu cepat 1 atau 2 tahun,” tukas Raka Suardana.
Baca Juga: Selain Gatick, Robert, Por, Job, dan Sand Datang ke Upacara Pemakaman Tangmo Nida
Bank Indonesia lanjutnya, memprediksikan pulihnya perekonomian Bali paling cepat di tahun 2024. Namun jika kondisinya terus kondusif dan membaik seusai uji coba bebas karantina, serta pandemi dapat dimanajemeni dengan baik, dimana sarat perjalanan (mobilitas) yang tidak begitu ketat, maka tidak mustahil perbaikan pertumbuhan ekonomi Bali bisa dipercepat. Syaratnya agar hal itu bisa terwujud adalah masyarakat Bali harus tetap disiplin dalam menjalankan prorokol kesehatan (prokes), jangan abai dan jangan menganggap remeh.
Demikian juga stakeholder yang lain, berkewajiban menjaga kondusifitas agar para wisatawan yang berkunjung merasa aman dan nyaman, serta tidak takut dalam menjalankan aktivitas wisatanya selama berada di Pulau Bali.
Di samping itu, gejolak perang di Eropa antara Rusia dengan Ukraina, bisa jadi pertanda baik baik bagi industri pariwisata di Asia Tenggara yang letaknya jauh, termasuk Indonesia, asal perangnya tidak merambah kemana-mana.
Para pelancong yang selama 2 tahun tak bisa kemana-mana, umumnya memiliki hasrat untuk berkelana akibat terkekang selama ini. Itulah yang harus dimanfaatkan secara baik oleh para pelaku industri pariwisata. ***