Dengan adanya saling tuding antar partai kepercayaan masyarakat terbelah.
Awalnya ini pertarungan Demokrat dan PDIP, tetapi dengan Gerindra juga memainkan narasi jegal-menjegal kayaknya ada percakapan yang ingin dikuasai partai.
Masyarakat Indonesia ini sangat berempati bagi orang yang terzhalami.
Makanya, menjadi orang yang teraniaya sangat menyenangkan bagi politisi, karena pada saat itu perasaan lebih dulu bekerja dari pada logika.
Setelah Demokrat, PDIP dan Gerindra merasa akan dijegal di tahun 2024, sulit juga mencari kebenaran dari pertarungan tersebut, tetapi kembali pada posisi politik.
" Jegal-menjegalnya ini nggak hanya kepentingan di ruang publik aja nih!, tapi udah mulai obok-obok perasaan publik agar tidak fokus ke isu, tapi siapa kira-kira yang dijegal. Agar ada keuntungan terhadap partai dan capres ", tutup Arifki.***