Ia bahkan menyebut telah memberikan pendapat selaku ahli di penyidik Polresta Denpasar terkait laporan Made Suardana dengan tuduhan merampas kemerdekaan orang lain sebagaimana pasal 335 KUHP.
Swardhana juga menyesalkan berkembangnya opini terkait tuduhan pemerasan oleh pihak pengembang yang menurutnya hal itu tidak mungkin dilakukan oleh warga Puri. ”Saya kira, mengaitkan kasus ini terlalu berlebihan oleh pihak pelapor. Bahwa yang saya pahami dari kronologis masalahnya, pihak kedua ini ada membeli tanah seluas 6 are (bukan di subjek yang dilaporkan), namun kewajiban bayarnya belum dilunasi, sehingga wajar pihak pertama untuk menagih haknya,” ungkapnya.
Baca Juga: Menentang Proyek PLN, Polisi Periksa H. Muhajair, Kepala Desa Celukan Bawang, Begini Masalahnya
Ia juga menyanyangkan, penagihan itu dikaitkan dengan biaya pelebon almrahum Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan belum lama ini. ”Saya kira jauh panggang dari api lah, kalau pelebon Ida Tojokorda tak perlu menagih dana tanah itu sudah selesai,” tukasnya.
Ia juga tidak melihat adanya indikasi premanisme kasus tersebut. Parameternya kata dia, karena tak ada ancaman dan perusakan. Apalagi pihak pengembang sudah menegaskan bahwa yang melakukan penutupan pintu adalah karyawan yang bekerja di pengembangan kawasan Badak Agung.
Meski begitu pihaknya megimbau para pihak untuk duduk bersama menemukan win-win solution dengan landasan restorative justice. ”Tentang dari siapa yang memulai, saya rasa dalam perkara ini boleh dari siapa saja karena tujuannya untuk menyelesaikan masalah secara winwin solutions,” tuntasnya. ***