Sokok Base, Sebuah Wujud Mencintai Nabi Muhammad ala Masyarakat Bali Muslim di Pegayaman

- 1 November 2020, 14:38 WIB
Beberapa warga Desa Pegayaman memanggul sokok basa menuju masjid
Beberapa warga Desa Pegayaman memanggul sokok basa menuju masjid /Dakwah Muslim Bali

DENPASARUPDATE.COM - Berbicara mengenai masyarakat Bali Muslim tak akan lengkap jika tidak membahas Desa Pegayaman.

Desa ini terletak nun jauh di pedalaman Bali Utara, tepatnya di Kabupaten Buleleng, sekitar 80 Kilometer dari ibukota Provinsi Bali, Denpasar.

Desa Pegayaman ini sebagian besar penduduknya ialah beragama Islam.

Baca Juga: Pertama Ditengah Pandemi, 360 Jamaah Umrah Indonesia ke Tanah Suci dengan Penerbangan Langsung

Mereka sangat intens menerapkan nilai-nilai budaya Bali dalam kehidupan sehari-harinya selaras dengan keteguhannya dalam penerapan nilai-nilai keislaman.

Penduduk desa ini sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani dan pekebun, dengan hasil utama produk pertanian dari desa ini yaitu kopi dan cengkeh.

Untuk lebih memahami masyarakat Desa Pegayaman alangkah baiknya jika menyaksikan salah satu tradisi yang dilakukan etnis Bali beragama Muslim ini yakni perayaan Maulid Nabi di wilayah tersebut.

Baca Juga: Anda Mencari SKCK ? ini Dokumen yang Harus Disiapkan

Prosesi perayaan Maulid di sana merupakan sebuah pesta rakyat yang besar bagi masyarakat Pegayaman.

Hampir sepekan penuh masyarakat di sana bergembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini diawali dengan warga yang membuat tape, membuat jaje uli yang merupakan nsejenis penganan kue dari ketan, kemudian mempersiapkan soko’ base dan soko’ taluh yang kemudian di arak keliling desa oleh warga, yang kemudian dilanjutkan dengan  pergelaran seni pencak silat ketika sore harinya.

Baca Juga: Klik www.pln.co.id Untuk Dapat Token Listrik GRATIS dari PLN November 2020

Perayaan Maulid Nabi ala Pegayaman ini diawali dengan Muludan Base (Maulid Sirih) pada 12 Rabiul Awal (hari kelahiran Nabi Muhammad SAW) penanggalan Hijriah.

Perayaan ini dilangsungkan dengan membuat soko’ base, yakni rangkaian daun sirih, kembang, dan buah-buahan.

Sebutan soko’ sendiri diduga berasa dari bahasa Jawa yakni soko yang berarti tiang.

Baca Juga: Mau Dapat BLT Guru Honorer? Segera Login info.gtk.kemdikbud.go.id Untuk Cek, Pasti Cair!

Hal ini karena rangkaian soko’ ini terdiri dari sebuah tiang utama yang terbuat dari batang pisang yang didirikan di atas sebuah dulung.

Pada tiang tersebut terdapat beberapa batang bilah bambu. Pada bilah bambu tersebut terdapat rangkaian sirih, kembang, dan buah-buahan.

Soko’ base ini hampir mirip dengan pajegan yang dibuat oleh masyarakat Hindu di Bali pada saat berupacara di pura pada hari upacara tertentu.

Baca Juga: NIK dan Nomor KTP Tidak Ditemukan Saat Daftar Kartu Prakerja Gelombang 11? Ini Solusinya Agar Lolos

Biasanya belasan atau bahkan puluhan soko’ base ini diarak oleh warga ke Masjid setempat dan kemudian dideretkan di tengah-tengah lingkaran orang yang akan membacakan Kitab Barzanji yang merupakan sebuah karya sastra yang menceritakan biografi dan pujian kepada Nabi Muhammad.

Pasca pembacaan Barzanji, rangkaian soko’ base ini dibongkar, kembang dan daun sirih dibawa pulang oleh warga, dan biasanya diletakkan di dinding rumah atau kebun warga.

Menurut warga, konon rangkaian tersebut dapat mendatangkan berkah bagi warga.

Baca Juga: Hasil Lengkap Liga Inggris: Singkirkan West Ham, Liverpool Geser Everton di Puncak Klasemen

Pada hari kedua, suasana Desa Pegayaman benar-benar berada dalam pesta besar.

Seluruh warga masyarakat, baik pria maupun wanita terlihat sibuk dengan kegiatan maulid itu.

Mereka terlihat bersuka ria dalam perayaan yang mereka sebut Muludan Taluh (Maulid Telur).

Baca Juga: Dunia Film Berduka, Pemeran James Bond, Sean Connery Tutup Usia

Pada hari tersebut, belasan bahkan puluhan soko’ taluh, yakni rangkaian serupa dengan soko’ base tetapi dilengkapi oleh telur, diusung ke Masjid setempat.

Di sepanjang jalan, warga masyarakat desa berjejalan menyaksikan iringan tersebut yang diiring oleh tabuhan alat musik rebana dari sekehe hadrah yang sangat meriah.

Musik hadrah semakin membuat semarak perayaan maulid itu.

Baca Juga: Kuota Lebih Banyak, Lowongan CPNS dan PPPK 2021 Akan Segera Dibuka

Tradisi ini dalam konteks budaya dan ibadah pantas diberi apresiasi. Karena warga Desa Pegayaman dapat memasukkan berbagai unsur kebudayaan tanpa mengingkari esensi keberagaman.

Seharusnya, Pemerintah Kabupaten Buleleng atau bahkan Pemerintah Provinsi Bali memasukkan tradisi ini sebagai salah satu agenda pariwisata budaya di Bali.

Karena tradisi ini merupakan salah satu dari sekian banyak contoh toleransi beragama dalam bentuk akulturasi budaya di Indonesia.***

Editor: Rudolf Arnaud Soemolang

Sumber: Denpasar Update


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x