DENPASARUPDATE.COM - Polemik pembangunan Terminal LNG di Intaran, Sanur, Denpasar belakangan ini membangkitkan kembali kesadaran masyarakat Bali akan pentingnya energi bersih bagi kelistrikan di Bali.
Sebelumnya diberitakan bahwa warga Desa Adat Intaran, Denpasar, mendatangi DPRD Provinsi Bali, Selasa 21 Juni 2022 lalu.
Dari laman Kementerian ESDM diketahui, bahwa saat ini Bali memiliki kapasitas pembangkit listrik lebih dari 1200 MW, dengan kebutuhan maksimal berkisar 980 MW, dan sebesar 350 MW bersumber dari pembangkit Paiton di Jawa Timur yang masih menggunakan batubara.
Baca Juga: Proyek Terminal LNG PLN di Sanur Ditolak Warga Adat Intaran, Wamen BUMN: Kita Lihat Apa Masalahnya
Tercatat sampai dengan akhir Maret 2022 konsumsi listrik di sektor bisnis mencapai 491 GWh dengan kontribusi 39,71 persen dari total konsumsi listrik secara di Bali.
Kontribusi terbesar berasal dari pelanggan besar sektor pariwisata. Hal ini tampak pada periode yang sama tahun lalu (Maret 2021) saja permintaan layanan kelistrikannya tumbuh hingga 27,15 persen.
Angka ini diproyeksikan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Bali, sebagaimana tercantum dalam RUPTL Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030, beban listrik Bali akan mencapai 1.185 Megawatt sampai dengan 2023.
Dinamika sosial belakangan ini tak luput dari sorotan para pemerhati lingkungan Bali, salah satunya adalah Ketua Yayasan Pembangunan Bali Berkelanjutan, Dr. Ketut Gede Dharma Putra.
Dharma Putra yang dikenal luas sebagai pengamat dan pelaku yang menangani penanganan masalah-masalah sosial, budaya, kawasan, dan lingkungan Bali, menuturkan bahwa penggunaan energi bersih (gas) sebagai bahan bakar pengganti fossil fuel dalam sistem kelistrikan Bali akan memberi manfaat lingkungan dan ekonomi secara luas.
Bagaimanapun hasil pembakaran batubara atau penggunaan solar pada pembangkit listrik menimbulkan residu polutan yang tidak sedikit. Dari sisi ekonomi pun penggunaan gas memiliki nilai efisiensi yang signifikan.
Menurutnya, dengan penggunaan gas dalam sistem pembangkitan listrik di Bali dengan sendirinya akan meningkatkan kemandirian energi bagi Bali. Selain itu, penggunaan energi bersih akan memberi citra positif untuk Bali di mata dunia.
Terkait pemilihan lokasi proyek terminal gas yang belakangan diributkan, Dharma Putra pun mengingatkan bahwa Bali pernah memiliki pengalaman bagaimana mengelola kawasan proyek dengan melakukan program recovery lingkungan dengan pendekatan sosial budaya yang tepat.
Baca Juga: Peluang Bali United Untuk Lolos Fase Grup Tipis di AFC Cup 2022, Coach Teco Beberkan Hal Ini
Sebutlah, proyek Denpasar Sewerage Development Project (DSDP), Proyek Pengamanan Pantai Sanur, Kuta, Nusa Dua dan Tanah Lot (Bali Beach Conservation Project), pembangunan waduk, instalasi pengolahan sampah di Denpasar, yang ekses negatifnya mampu diminimalisasi.
“Yang penting, setiap proyek harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan alam Bali, agar tetap selaras dengan prinsip-prinsip Tri Hita Karana. Manusia Bali tidak bisa lepas dari harmonisasi manusia-lingkungan sebagai bentuk yadnya kepada Tuhan,” imbuhnya.
Baca Juga: Ratusan Siswa Masih Tercecer, BIN Daerah Bali Gelar Vaksinasi di SMKN 1 Klungkung
Dharma Putra yang memperoleh gelar Magister Kimia Kelautan dari University of Wollongong, New South Wales, Australia dan gelar doktor di Bidang Budaya dan Lingkungan dari Universitas Udayana ini menyadari bahwa setelah melewati fase perencanaan gagasan, muncul kendala-kendala di lapangan.
Dia menambahkan, “Di Indonesia harus diakui persoalan penentuan lokasi proyek sering menimbulkan masalah karena kita belum memiliki suatu sistem data terintegrasi terkait lokasi dan statusnya. Dari blueprint tersebut kemudian didetailkan ke masing-masing titik lokasi, berupa detail engineering design.” Oleh karena itu, menurutnya, “perlu kajian/analisis lingkungan hidup strategis pada rencana di lokasi tersebut.”
Terkait reaksi dari masyarakat Sanur terhadap rencana pembangunan terminal, Dharma Putra dapat memahami dinamika pada level grass root tersebut.
Kekhawatiran masyarakat harus didengar dan diserap oleh para pemangku kebijakan, eksekutif, legislatif, maupun pelaksana pekerjaan.
Baca Juga: Ciptakan Atlet Berprestasi, Pemkot Denpasar Dukung Kejuaraan Taekwondo Ngurah Harta Cup
Berdasarkan pengalaman seringkali persoalan ini muncul akibat kurangnya komunikasi dan sosialisasi di antara para pihak dengan masyarakat.
“Perlu kajian sosial budaya yang mendalam sebelum sebuah proyek dikerjakan”, pungkasnya.
Dharma Putra sejak tahun 1991 melakukan penelitian utama dan kegiatan profesionalnya adalah dalam studi terkait lingkungan seperti pengelolaan dan pemantauan lingkungan, penilaian dampak lingkungan, pembangunan hijau, pariwisata hijau, pengelolaan pesisir terpadu, dan pembangunan berkelanjutan.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mengaku bahwa rencana pembangunan terminal LNG tersebut menurutnya merupakan bagian dari pengembangan dari mewujudkan kemandirian sumber energi listrik Bali yang saat ini masih bergantung dengan pulau Jawa.
Apalagi, selama ini menurutnya Bali masih bergantung suplai listrik dari Jawa, utamanya PLTU Paiton, di Probolinggo, Jawa Timur.
Baca Juga: Mie Ayam Bakso Pangsit 'uncle sam', Lezat tapi Murah, Rekomendasi Kuliner di Singaraja
Selain itu, pembangunan terminal gas tersebut juga sebagai bagian dari langkah penurunan emisi.
"Tapi kan sebetulnya rencana untuk pengembangan tersebut khususnya adalah bagian daripada pengembangan kapasitas listrik terpasang di Indonesia, sambil penurunan emisi," ucapnya katanya saat diwawancarai di sela-sela Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) Conference 2022 di The Westin Nusa Dua, Bali, Selasa 21 Juni 2022 sore.
Baca Juga: Peringatan Bulan Bung Karno, Pemkab Tabanan Lakukan Gerakan Mereresik di Danau Beratan
Seperti diketahui, terminal LNG rencana akan dibangun di kawasan pesisir Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar yang bersebelahan dengan Desa Adat Intaran.
Proyek ini dibangun oleh PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) dan PT Dewata Energy Bersih (DEB).***