Setiap harinya di tempat ini ada 3 jenis sampah yang dibawa oleh banjar-banjar secara berbeda-beda. "Contoh, banjar A, Senin daur ulang, banjar B organik, banjar C-nya residu. Jadi ketiga space terisi. Ngga ada penumpukan di satu titik," kata Rian.
Sementara untuk pengolahannya, masing-masing sampah imbuhnya, sudah ada tim yang menangani baik yang daur ulang, organik dan residu.
Baca Juga: Ngaku Dapat Ancaman Pembunuhan, Usai Hina Batik Indonesia, YouTuber Inggris Mahyar Tousi Minta Maaf
"Untuk sampah daur ulang, diambil dari warga, dibawa ke TPS oleh swakelola banjar. Begitu datang, kemudian didrop, droping point, sorting point, dan selling point. Kita ada tempat penjualan di sini. Itu untuk daur ulang, se-simple itu," urainya.
Untuk sampah organik dikatakan Rian prosesnya juga sama, yakni begitu sampah datang diangkut oleh banjar selanjutnya di droping, dilakukan pencacahan dan dijual.
"Saat ini kita bekerja sama dengan salah satu perusahaan besar, PT WAE sebagai off taker penerima cacahan organik untuk kapasitas besar. Bukan sekilo, 2 kilo, tapi 1 truk. Kalau sudah sesuai standarnya, kita kirimkan ke pabrik. Cacahan organik sebagai bahan pokok pembuatan kompos atau pupuk," bebernya.
Baca Juga: Tanpa Sensor, Denise Chariesta Sebut Akan Segera Beberkan Siapa RD Sebenarnya Tanpa Inisial
Namun tak semua sampah organik menurutnya bisa dimasukkan ke dalam mesin pencacah karena bila tidak dipilah dapat menimbulkan kerusakan pada mesinnya.
"Yang tidak bisa kita masukkan ke mesin adalah ranting, batok kelapa, dan bambu, biar pun itu organik tidak bisa kita masukkan. Terlalu keras. Mesinnya rusak. Selain itu, bisa kita olah," tandas Rian.