Penataan Kawasan Komodo Dinilai Dapat Merusak Habitat Komodo

31 Oktober 2020, 12:14 WIB
Dua ekor komodo penghuni Pulau Komodo sedang berjalan di pinggir salah satu restoran. /Kornelis Kaha/ANTARA

DENPASARUPDATE.COM - Pembangunan Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo rupanya mendapat kecaman dari berbagai elemen masyarakat di Indonesia.

Penataan kawasan komodo menjadi destinasi premium dinilai akan dapat mengancam kelangsungan hidup komodo yang tinggal di sana.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Nusa Tenggara Timur Angelo Wake Kako turut memberikan tanggapan prihal itu, ia menilai penataan Pulau Rinca justru dapat merusak lingkungan dan habitat komodo.

Baca Juga: Hari Terakhir, KPU Ingatkan Paslon Laporkan Dana Kampanye, Batasi Sumbangan Perorangan Rp75 Juta

"Itu komodo hidupnya di alam terbuka dan tidak pernah membutuhkan bangunan mewah atau ber-AC di sekitarnya, sehingga konsep pembangunan yang saat ini mulai dijalankan, seperti di Pulau Rinca dapat merusak lingkungan dan komodo sendiri akan musnah dari habitatnya," ujar Angelo dalam keterangan tertulisnya 31 Oktober 2020.

Menurut dia, pembangunan wisata super premium itu bisa menghilangkan keaslian kawasan yang selama ini telah nyaman dan cocok dengan kehidupan komodo. Sebagaimana dilansir dari Antaranews dengan judul berita Anggota DPD nilai wisata premium bisa musnahkan Komodo.

Angelo menyebutkan Presiden Joko Widodo beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke NTT, teranyar kunjungan kerja pada 1 Oktober 2020 meninjau pembangunan prasarana yang berada di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.

Menurut Angelo, kunjungan kerja Presiden Jokowi ke NTT selama ini yang sebagian besar difokuskan di Labuan Bajo sepertinya hanya untuk melapangkan kepentingan bisnis pemodal besar.

Sebab, kata dia, sebagian besar konsep pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo
belum menyentuh pariwisata berbasis komunitas untuk mendongkrak perekonomian masyarakat lokal NTT.

"Masa pak Jokowi sering turun ke NTT tetapi tidak mampu membaca pikiran dan suasana batin masyarakat NTT? Ini saatnya untuk pikirkan ulang konsep pengembangan Taman Nasional Komodo yang lebih ekologis," ujarnya.

Angelo menambahkan pemerintah harus bertanggungjawab apabila komodo di TNK musnah dari habitatnya karena pembangunan wisata super premium.

Apalagi, kata dia, pemegang izin pengelola usaha wisata ini adalah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Sinergindo Niagatama.

Ketiganya akan mengelola Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Tatawa, dan Pulau Komodo dengan luas konsesi yang berbeda-beda.

Tak hanya itu, Angelo juga mengkiritik kebijakan pemerintah dalam mempersiapkan konsep KSPN Labuan Bajo yang tidak melihat secara komprehensif NTT secara lebih luas, terkait dengan arus distribusi barang dan jasa untuk menunjang kebutuhan pasar yang besar di kawasan tersebut saat ini dan masa datang.

Baca Juga: Waduh! Anggota DPD RI Arya Wedakarna Dilaporkan Masyarakat Atas Dugaan Penistaan Agama

"Coba dibuka datanya, berapa banyak kebutuhan pangan, misalnya, di Labuan Bajo yang diambil dari wilayah NTT? Jangan sampai NTT hanya punya nama, tapi yang mendapat keuntungan besar dari 'multiplier effect-'nya Labuan Bajo, itu daerah lain, itu yang tidak boleh," katanya.

Angelo mengingatkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus duduk bersama membahas persoalan tersebut karena harus ada unsur memaksa dari pemerintah kepada investor.

"Siapa pun yang hendak berinvestasi di Labuan Bajo agar harus membina dan memberdayakan masyarakat lokal NTT dan menjadikan mereka sebagai 'supplier' kebutuhan pangan," tegas Angelo.

Pembangunan wisata super premium TNK ditargetkan rampung pada akhir 2020 dan 2021, sebab Labuan Bajo akan menjadi tuan rumah agenda internasional G-20 dan ASEAN Summit 2023.***(Edy Sujatmiko/Antara)

 

Editor: M Hari Balo

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler