Vaksinasi Anti Corona di 2021 Awal Mengakhiri Pandemi Covid-19 di Dunia

- 1 Januari 2021, 03:00 WIB
Sebuah uji coba vaksin Covid-19 pada kelompok usia lanjut
Sebuah uji coba vaksin Covid-19 pada kelompok usia lanjut /antara

DENPASARUPDATE.COM – Sejak Februari 2020 dunia limbung akibat pandemi Covid-19 atau SARS-CoV-2. Hingga 31 Desember 2020, telah menelan 1,8 juta korban jiwa, menulari lebih dari 83 juta orang, serta merusak perekonomian negara-negara.

Vaksinasi akhirnya mulai bisa terwujud di beberapa belahan dunia usai penantian berbulan-bulan, yang dipenuhi dengan ketidaksabaran masyarakat untuk keluar dari berbagai bentuk dan tingkat pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah masing-masing dalam upaya mengekang penyebaran virus corona.

Hanya beberapa hari sebelum tahun 2020 tutup buku, sudah mulai banyak negara --di benua Asia, Eropa, dan Amerika, yang bisa memvaksinasi penduduk mereka, kebanyakan dengan vaksin buatan Pfizer/BioNTech.

Baca Juga: WADUH! Malaysia Catat Rekor Tertinggi Paparan Covid-19 di Pengujung 2020

Pada 30 Desember, Singapura menyuntikkan vaksin Pfizer pada kalangan petugas medis dan menjadikannya salah satu negara di Asia Tenggara yang sudah mulai melakukan vaksinasi massal.

Eropa, kawasan berpenduduk sekitar 450 juta orang, pada 27 Desember meluncurkan program penyuntikan besar-besaran di beberapa negara, termasuk Italia, Prancis, dan Jerman, dengan vaksin Pfizer/BioNTech.

Ketiga negara tersebut merupakan yang termasuk terdampak paling parah di Eropa --dan dunia-- dalam hal infeksi dan kematian akibat virus corona.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Hari Ini 1 Januari 2021 di RCTI, SCTV, Trans TV, Trans 7, GTV

Eropa menyusul Amerika Serikat dan Kanada yang sudah terlebih dahulu memulai gerakan inokulasi pada pertengahan Desember --dengan vaksin Pfizer, serta Inggris. AS kemudian juga menggunakan Moderna untuk mengimunasi penduduknya.

Inggris sendiri menjadi negara pertama di dunia yang menggunakan vaksin Pfizer, yaitu pada awal Desember, namun bukan negara pertama yang menggelar vaksinasi massal pada penduduknya.

Jauh sebelum itu, China --negara pertama yang melaporkan kemunculan penyakit virus corona pada Desember 2019, juga menjadi negara pertama di dunia yang menyuntikkan vaksin.

Baca Juga: Pergantian Tahun Momen Terbaik, Simak 21 Ucapan Selamat Tahun Baru

China telah melakukan inokulasi vaksin Covid-19 pada kalangan petugas medis dan pegawai perusahaan negara sejak Juli --di bawah ketentuan penggunaan darurat.

Vaksinasi itu pun berlangsung sebulan setelah pemerintah China mulai memberikan vaksin eksperimental pada para anggota militernya.

Tidak jelas soal vaksin apa yang digunakan, namun Tiongkok  memiliki lima kandidat vaksin dalam pengujian klinis tahap ketiga, termasuk yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech dan Sinopharm.

Baca Juga: Siap-siap! Nekat Gelar Perayaan Malam Tahun Baru, Pemprov Bali Siap Beri Tindakan Tegas Ini

Setelah China, Rusia awal Agustus menyetujui penggunaan vaksin buatannya, Sputnik V, kendati baru menyelesaikan fase I dan II uji coba pada manusia.

Di tengah kritik dari berbagai kalangan di dalam dan luar negeri, Rusia menyatakan Sputnik V aman digunakan dan mampu menghasilkan antibodi yang diperlukan dalam melindungi manusia dari virus corona.

Tak lama setelah persetujuan itu keluar, negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu mulai memberikan vaksin pada orang-orang yang berisiko tinggi. Pada saat yang sama, Rusia meluncurkan uji coba tahap akhir secara luas di ibu kotanya, Moskow.

Baca Juga: Prancis Tiadakan Kegiatan Malam Tahun Baru, Diganti Hidangan Mewah dan Bergizi

Di kawasan Timur Tengah, Bahrain, Arab Saudi, dan Israel menjadi negara-negara pertama yang memulai vaksinasi massal, masing-masing pada 16 Desember, 17 Desember, dan 20 Desember. Semuanya juga menggunakan Pfizer.

Bayang-bayang Keraguan dan Kecemasan

Ketersediaan vaksin oleh sebagian kalangan tidak disambut sebagai pembawa harapan bagi masyarakat dunia untuk kembali ke kehidupan normal.

Baca Juga: Ditangkap di Pantai Penimbangan, Bocah Pembunuh Teller Cantik Hidup Sama Ibu Tiri Sejak Lahir

Beberapa pertanyaan utama yang umum melintas di kepala banyak individu antara lain menyangkut apakah vaksin aman digunakan, apakah efektif untuk mencegah terkena virus corona, bagaimana tingkat kemanjurannya.

Sejumlah warga Singapura mengkhawatirkan kemungkinan kemunculan efek samping vaksin anti corona. Mereka berpendapat risiko seperti itu, sekecil apa pun, tidak perlu diambil mengingat negara kota itu termasuk berhasil mengekang wabah pandemi. Jumlah kematian pun akibat virus corona di Singapura merupakan yang terkecil di dunia.

Hingga akhir 2020, Singapura telah melaporkan total 58,599 COVID-19 dengan 29 kematian.

Baca Juga: Epidemilog Ingatkan Ancaman Nyata Mutasi Covid-19 Menular di Indonesia

"Singapura baik-baik saja, saya ragu bahwa vaksin akan membantu," kata Aishwarya Kris seperti dikutip Reuters. Warga berusia 40 tahun itu menyatakan dirinya tidak mau divaksinasi anti Corona.

Media Singapura The Straits Times pada awal Desember, dari jajak pendapat yang dibuatnya, menyodorkan kecenderungan bahwa 48 persen responden mengatakan mereka mau disuntik begitu vaksin tersedia. Sebesar 34 persen lainnya akan menunggu dulu sampai enam bulan hingga setahun sebelum akan divaksin.

Gambaran serupa antara lain juga muncul di Brazil. Hasil jajak pendapat yang diterbitkan sebuah lembaga survei di Brazil pada 12 Desember menunjukkan bahwa warga yang menolak vaksin Covid-19 buatan Tiongkok naik menjadi 22 persen. Sebelumnya, angka tersebut tercatat hanya sembilan persen.

Baca Juga: Dihantui Penularan Varian Baru Covid-19, Timnas U-19 tetap Geber Latihan Mulai Januari 2021

Survei itu menunjukkan 73 persen responden berencana ikut vaksinasi, lima persen belum membuat keputusan. Pada Agustus, responden yang bersedia ikut vaksinasi mencapai 89 persen, tiga persen menyatakan masih ragu.

Peningkatan penolakan warga terhadap vaksin buatan China diduga dipengaruhi oleh sikap Presiden Brazil Jair Bolsonaro, yang skeptis terhadap anti virus Covid-19.

Bolsonaro, yang sudah menyatakan tidak akan divaksinasi anti corona, secara spesifik menyampaikan keraguan terhadap vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal China Sinovac bersama Butantan Institute, lembaga riset di bawah naungan Negara Bagian Sao Paulo, Brasil.

Editor: I Gusti Ngurah Kartika Mahayadnya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x