Nur menatap gapura kecil, disana ada sesajen tidak hanya itu ada juga tempat yang diikat dengan kain merah dan hitam. Hal itu menandakan tempat itu sangat dilarang. Tidak peduli akan hal itu, Nur terus menyusuri jalan tersebut hingga akhirnya berada di suatu tempat dimana ia melihat undakan batu yang disusun miring.
Ternyata ia tengah berdiri di tepi lereng bukit, meski awalnya ragu, namun Nur akhirnya melangkah turun, menjejak kaki dari batu ke batu dengan berpegang kuat pada sulur akar di lereng, ia sampai di bawah dengan selamat
Nur menemukan ada tempat tidak terjamah di desa ini. Nur melihat dengan jelas ada sebuah sanggar atau bangunan lain terlihat seperti balai sebuah desa, namun tempat tersebut benar – benar tidak terawat.
Tanpa rasa takut Nur terus mendekat ke tempat itu. Tempatnya kotor dan tidak terurus, tidak ada tanda kehidupan disini, kecuali sisi ujung dengan banyak gamelan tua yang tak tersentuh sama sekali.
Butuh waktu lama bagi Nur untuk mengamati tempat ini.Hingga ia mengambil kesimpulan, tempat ini sengaja ditinggalkan begitu saja, Nur pun semakin bertanya-tanya ada apa dengan tempat ini.
Nur mencoba menyentuh alat musik kendang, mengusapnya, dan semakin yakin, tempat ini sudah sangat lama di tinggalkan. Setiap kali Nur menyentuh alat-alat itu, Nur merasa ada seseorang seperti memainkanya, kemudian ada sentuhan kidung di telinganya. Nur sendirian tetapi yang ia rasakan sedang berdiri di tengah keramaian.
Hari sudah mulai gelap, ada suara yang memanggil namanya dari belakang. Ternyata suara itu adalah suara Ayu. Nur Kaget melihat keberadaan Ayu di situ kemudian disusul dengan Bima yang datang dari belakang.
Suasana menjadi sangat canggung oleh ketiganya.