“Di Undang-Undang ini tidak mengatakan ada nafsu. (Pasal) 81, 82. (Pasal) 81 tentang persetubuhan anak, (Pasal) 82 itu adalah pencabulan. Coba baca pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 perubahannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014. Perubahan yang kedua Nomor 17 Tahun 2016 yang khusus menangani kasus kejahatan seksual,” tegasnya.
Ia menyarankan pihak kepolisian agar kembali mempelajari peraturan dalam perundang-undangan yang khusus mengatur kasus kejahatan seksual.
Baca Juga: Terima Kunker Parlemen Nasional Timor Leste, Wagub Cok Ace Paparkan Pembangunan Infrastruktur Bali
Pasalnya, menurutnya tidak ada yang menyebutkan nafsu dalam Undang-Undang tersebut.
Ipung menegaskan, adanya luka gigitan di payudara korban NY sudah merupakan perbuatan cabul.
Baca Juga: Kode Redeem Genshin Impact Terbaru Selasa 26 Juli 2022, Buruan Klaim Sekarang
Hasil visum hanya akan mendukung untuk memperberat atau memperingan ancaman pasal persetubuhan dan pencabulan.
Ipung menilai tidak tepat apabila 'nafsu' digunakan sebagai salah satu acuan dalam pemeriksaan. Pasal 81 dan Pasal 82 UU 23 Tahun 2002 perubahan UU 35 Tahun 2014 dan Perubahan Kedua UU 17 Tahun 2016 tentang Kejahatan Seksual, yang mana isinya 'barang siapa mengajak melakukan, membiarkan melakukan anak dibawah umur baik dengan tipu muslihat, paksaan ancaman perbuatan cabul dan persetubuhan diancam dengan ancamanya sampai 20 Tahun Penjara, bahkan seumur hidup'.
Baca Juga: Kunker Reses Komisi XI DPR RI, Bupati Klungkung Paparkan Potensi Ekonomi Kawasan Nusa Penida
“Ini yang saya heran. Kenapa kejiwaannya Dedi yang lebih dulu diperiksa? Kenapa tidak korban dulu? Korban ini yang lebih dulu membutuhkan pemeriksaan untuk segalanya. Korban itu lebih penting untuk diselamatkan,” ungkap Ipung.***