Waduh!, Langgar Aturan Adat, Gudang Rongsokan Segera Dibongkar

19 November 2020, 21:20 WIB
Gudang rongsokan yang berada kurang 50 meter dari Pura Dalem Digde Dusun Minggir, Desa Adat Gelgel, Klungkung Bali /Denpasar Update

DENPASARUPDATE.COM – Lantaran melanggar peraturan adat (perarem) dua gudang rongsokan di Desa Gelgel, Klungkung Bali segera dibongkar. Pembongkaran bangunan warung dan gudang rongsokan itu diberikan batas waktu hingga dua bulan. Bila tidak diindahkan, maka pemilik bangun akan dikena sanksi adat. Pasalnya, kawasan itu merupakan jalur hijau.

I Gede Eka Sumaya Putra selaku Sekretaris Desa Adat Gelgel, menuturkan, berdasarkan Peraturan Adat (Perarem) Pura Dalem Digde dan Perarem Desa Adat Gelgel, dilarang ada bangunan yang berdiri kurang 50 meter dari Pura Dalem Digde.

Meski lupa kapan perarem itu dibuat, menurutnya perarem itu sudah ada cukup lama dan para pemilik lahan yang ada di sekitar pura telah mengetahui hal itu. “Dan tanah itu bukan tanah peruntukan untuk pembangunan rumah. Itu ada suratnya dari PU yang tidak mengizinkan untuk alih fungsi lahan untuk pembangunan rumah,” katanya Kamis, 19 November 2020.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Disahkan, BKPM Tancap Gas Tarik Investor di Eropa

Hanya saja ada pemilik lahan yang lahannya berjarak kurang 50 meter dari Pura Dalem Digde mengontrakkan tanahnya ke pihak lain. Oleh pihak yang mengontrak itu, akhirnya dibangun gudang rongsokan sehingga tampak kumuh.

“Sehingga dengan adanya surat dari PU tersebut dan juga adanya perarem, pemilik bangunan diminta untuk membokar bangunannya. Itu juga sudah sesuai dengan kesepakatan para pihak yang sudah hadir dua hari lalu, 17 November 2020,” ungkapnya.

Sesuai kesepakatan, pemilik bangunan diberikan batas waktu dua bulan untuk melakukan pembongkaran. Bila pemilik bangunan membandel maka akan diberikan sanksi adat.

Baca Juga: Pastikan Netralitas ASN dalam Pilkada, Ombudsman Bali Bertemu Inspektur se-Bali

Lebih lanjut diungkapkannya, sebenarnya pemilik lahan telah ditegur saat pembangunan baru dimulai yang diawali dengan pemasangan patok. Namun teguran itu tidak diindahkan dan pemilik lahan tetap menyewakan lahannya sehingga bangunan semi permanen itu akhirnya berdiri dan telah dimanfaatkan selama satu bulan.

“Selain bangunan bedeng pemulung itu. Ada warung semi permanen yang juga berdiri di lahan kurang 50 meter dari pura itu sehingga kami juga minta untuk dibongkar dengan batas waktu dua bulan,” jelasnya.

Sementara itu, pemilik gudang rongsokan, Ketut Sukiarta, 60 asal Desa Sidemen, Karangasem menuturkan pihaknya tidak tahu sama sekali tentang peram itu.

Baca Juga: Viral ! FPI: Ini Mau Pancing Kita Buat Musuhin TNI Usai Beredar Video Diduga TNI Copot Spanduk Habib

Mengingat pemilik lahan yang ia kontrak itu tidak pernah menjelaskan hal tersebut dan bahkan mengizinkan ia untuk membangun sehingga berdirilah bangunan seperti saat ini.

Bila ia tahu tidak boleh membangun di tanah itu, tentunya ia tidak akan mengontrak tanah itu dan mendirikan bangunan di sana. Sebab untuk mengontrak tanah yang luasnya dua ari itu ia harus mengeluarkan uang Rp 3 juta setahun. “Saya juga masam listrik dengan biaya Rp 1,8 juta. Belum lagi biaya membangun. Dan uang itu saya dapatkan dari berhutang,” ungkapnya.

Meski berat, ia mengaku akan berusaha membongkar gudang rongsokannya itu sesuai batas waktu yang diberikan. Namun ia belum tahu akan pindah ke mana.

Baca Juga: Paten! Jokowi Utus Khusus Temui Donald Trump, Luhut Pulang Bawa Ratusan Juta Dollar

Selain belum memiliki tempat pengganti, ia juga belum memiliki uang untuk pindah. Sehingga besar harapannya ada kompensasi atau uang pengganti atas kerugian yang ia dapatkan itu. “Saya, istri dan dua anak saya tinggal di sini (gudang rongsokan). Kalau mandi, biasanya saya ke sungai,” tandasnya.

Terkait keluhan pemilik bangunan itu, menurut Eka, pihak desa adat tidak bisa memberikan kompensasi itu. Untuk itu pihaknya minta pemilik lahan mengembalikan uang sewa. ***

 

Editor: I Gusti Ngurah Kartika Mahayadnya

Sumber: DENPASARUPDATE

Tags

Terkini

Terpopuler