Retno berpendapat bahwa ketidakmerataan akses terhadap fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring dan luring yang dialami oleh anak yang sudah masuk usia sekolah, berdampak pada sistem belajar anak. Sehingga anak akan mengalami kesulitan dalam mengatur waktu belajar, sulit memahami pelajaran bahkan sulit memahami instruksi guru.
Ia tidak memungkiri pandemi ini berdapampak pafa psikologis anak dan remaja. Dampak yang terjadi antara lain bosan karena harus tinggal di rumah, perasaan tidak nyaman, merasa takut terkena penyakit, merindukan teman-teman dan kekhawatiran tentang penghasilan orang tua.
Dalam hal ini, Retno mengatakan bahwa orang tua bisa menjadi penguat anak sekaligus menjadi sumber masalah. Misalnya muncul kekerasan pada anak karena muncul perasaan tidak sabar ketika mendampingi anak belajar.
Baca Juga: Long Weekend, Ketua MPR Bambang Soesatyo Ternyata tetap Ngantor Ditemani Singa Putih Kesayangannya
Contoh, orang tua melontarkan kata-kata yang merendahkan kemampuan anak dalam belajar yang dianggap mampu memberikan semangat pada anak.
“Padahal justru sebaliknya, menimbulkan tekanan psikologis anak” katanya
Selain orang tua, Retno juga menyampaikan bahwa kementerian kesehatan dan Dinas Kesehatan memiliki peran penting dalam membantu masyarakat, orang tua dan anak untuk memahami dampak pandemi Covid-19 secara psikologis,
“Gejala-gejala umum seperti menurunnya semangat untuk menjalankan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi itu memang normal tapi harus tetap diperhatikan jika terjadi secara berkepanjangan” tuturnya.
Ia mengatakan bahwa pihak-pihak terkait (Kementerian Kesehatan, Dinas-Dinas Kesehatan, Dinas-dinas Pendidikan) harus bersinergi untuk membantu membina kesehatan mental peserta didik.
Upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam menangani isu kesehatan jiwa anak dan remaja selama masa pendemi adalah dengan membuat regulasi yang meniktikberatkan arah dari setiap kebijakan pada terwujudnya masyarakat yang peduli pada kesehatan jiwa.