Kebijakan Free Covid Corridor di Segi Tiga Emas Dianggap Tidak Adil, Puspa Negara: itu Memihak Taipan

- 17 Maret 2021, 15:25 WIB
Pantai Kuta dimasa pandemi terlihat lengang
Pantai Kuta dimasa pandemi terlihat lengang /Kartika Mahayadnya/Denpasar Update



DENPASARUPDATE.COM – Pemerintah telah menetapkan tiga kawasan sebagai tahap awal penerapam Free Covid Corridor alias Zona Bebas Covid-19. Yaitu, Nusa Dua Badung, Sanur Denpasar dan Ubud – Gianyar.

Di tiga lokasi ini akan segera dibuka pariwisata jika syarat-syaratnya sudah dipenuhi. Namun kebijakan tiga kawasan (segi tiga emas) ini dianggap tidak adil.  

Rupanya itu pula yang dikrtisi Wayan Puspa Negara selaku Praktisi Pariwisata yang juga Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Legian. Kata dia, kebijakan itu terlalu berpihak kepada para taipan pariwisata dan bukan masyarakat kecil.

Baca Juga: Kisi-Kisi Bocoran Ikatan Cinta 17 Maret 2021 : Al & Andin Gandengan Tangan, Naik Angkot ke Rumah Pak Sumarno

“Kebijakan FCC (free covid corridor) pada 3 zona (Nusa Dua, Sanur & Ubud) adalah kebijakan yang tidak adil dan accomodation centris. ini sebuah kebijakan elitis/borjuis pariwisata yang sangat parsial,” kata dia saat dihubungi, Rabu 17 Maret 2021.

Menurut mantan Anggota DPRD Badung ini kebijakan tersebut hanya berfokus pada akomodasi yang berada di tiga wilayah tersebut. Padahal, seharusnya kebijakan tersebut dilakukan secara menyeluruh bagi seluruh kawasan wisata di Bali.

“Hanya melihat pariwisata itu sebagai sebuah akomodasi, hotel dan restauran yang di buat FCC hanya Nusa Dua, Sanur dan Ubud, mereka lupa bahwa Bandara Ngurah Rai sebagai palang pintu utama dengan masyarakat penyokongnya harus di FCC terlebih dahulu dan bandara adanya di Kecamatan Kuta,” tegasnya.

Baca Juga: Raffi Ahmad Beberkan Hubungan Billy Syahputra dan Amanda Manopo Putus Karena Kesal dengan Arya Saloka

Apalagi, pariwisata sendiri menurutnya bukan hanya mengenai hotel dan restoran semata. Melainkan sebuah ekosistem yang multi kompleks dan melibatkan banyak masyarakat dari hulu hingga ke hilir.

“Demikian juga pariwisata itu bukan hanya hotel dan restoran, pariwisata itu elementnya sangat multi kompleks, dari destinasi (objek wisata), atraksi, transportasi, eksebisi, akal budhi/budaya, konferensi, biro perjalanan, supplier hingga petani yang merawat alam adalah pariwisata,” ungkapnya.

Ia juga menyebut bahwa kebijakan FCC tersebut melukai hati para rakyat kecil yang menjadi pelaku pariwisata.

Baca Juga: Trailer Ikatan Cinta 17 Maret 2021: Panik! Elsa Tak Bisa Ambil Foto Karena Disuruh Papa Surya ke Sekolah Reyna

Pasalnya, kebijakan tersebut dilakukan secara tidak adil dan sangat parsial, karena tidak memikirkan dan mencermati bahwa pariwisata harus terintegrasi dan berpihak kepada rakyat kecil.

“Jadi kebijakan FCC ini pada 3 zona itu memang terlihat tidak adil, sangat parsial dan tidak mampu memcermati secara tajam bahwa pariwisata itu terintegrasi inter dan antara semua elemen, dan endingnya untuk rakyat, maka yang harus di pahami adalah pariwisata kerakyatan karena saat ini yang menderita dan lumpuh layu adalah rakyat yang bergelut langsung di sektor pariwisata,” ungkapnya.

Puspa Negara juga mencontohkan bahwa seharusnya yang diselamatkan terlebih dahulu adalah pariwisata berbasis rakyat seperti yang ada di wilayah Kuta. Kata dia, di kawasan tersebut pariwisata dibentuk dan dikelola oleh masyarakat, termasuk desa adat di dalamnya. ***

Editor: I Gusti Ngurah Kartika Mahayadnya

Sumber: Denpasar Update


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x