DENPASARUPDATE.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa keberatan pihaknya tidak lagi menjadi otoritas tunggal dalam menerbitkan sertifikat halal setelah disahkannya UU Cipta Kerja oleh Pemerintah.
Dalam UU Cipta Kerja, kewengan menerbitkan sertifikat halal diberikan kepada Badan Penyelenggara Produk Jaminan Halal (BPJH).
Keputusan tersebut membuat MUI keberatan atas isi UU Omnibus Law tersebut. Seperti dilansir dari Pikiran Rakyat dengan judul berita Undang-Undang Cipta Kerja Disahkan, Serrfikat Halal Tal Lagi Berasal Hanya Dari MUI.
Baca Juga: Lima Hari Kunker di Bali, Ini Agenda Komisi VI DPR RI, Salah Satunya Bahas Kelanjutan Proyek Ini
Anggota Komisi Fatwa MUI, Aminudin Yaqub menyampaikan keberatannya atas aturan tersebut. "Bagaimana Sertifikat Halal keluar tanpa Fatwa," jelas Amin
Menurut Aminudin, aturan yang tertera dalam UU Cipta Kerja tersebut bisa melanggar Syariat Islam dalam mekanisme penerbitan sertifikat. "Ini berpotensi melanggar Syariat, kalau tidak tahu seluk beluk sertifikasi," jelasnya lagi.
Aminudin berpendapat bahwa proses audit makanan dan minuman yang mendapat sertifikasi hala tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
"Tentu, kalau bahan yang dipakai ada sertifikasi halal lebih mudah. Tapi kalau tidak kita sarankan untuk mengganti bahan baku," jelasnya lagi.
Diketahui, dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan, persoalan mengenai sertifikasi halal memiliki perbedaan dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.