Pro Kontra, Anggota Komisi III DPR Wayan Sudirta Tanggapi Pasal Perzinahan di RKUHP, Begini Pendapatnya

- 9 Desember 2022, 22:57 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta (tengah) dalam sebuah sidang di gedung dewan Senayan Jakarta.
Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta (tengah) dalam sebuah sidang di gedung dewan Senayan Jakarta. /DOK. Pribadi Wayan Sudirta/Denpasar Update

‘’Pasal ini merupakan penghormatan kepada lembaga perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang. Para perumus sepakat untuk menjadikan pasal ini tetap diperlukan, namun harus diatur secara sangat ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan. Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak (suami/istri/orang tua/anak). Jadi tidak sembarangan dapat diberlakukan atau digunakan oleh aparat penegak hukum maupun pihak-pihak lain,’’ kata Sudirta.

Selain itu, pasal ini juga memberi penegasan adanya mekanisme hukum, agar tidak terjadi persekusi oleh masyarakat yang selama ini sering terjadi.

Baca Juga: Polsek Benoa Tinjau SPBU, Sidak Ketersediaan BBM

Pasal ini merupakan representasi dari beberapa nilai dalam masyarakat yang melihat perbuatan ini sebagai hal melawan hukum atau kejahatan terhadap lembaga perkawinan maupun kejahatan materiil yang dapat merugikan pihak lain maupun masyarakat secara umum.

Hal diatas adalah pendapat dari berbagai Fraksi, para ahli, dan Pemerintah. Perdebatan panjang terjadi dan dicari jalan tengahnya.

"Saya pribadi setelah mendapat penjelasan dan data tersebut, melihat bahwa pasal ini terjadi sebagai jalan tengah dari seluruh kepentingan para pihak yang menginginkan hal yang berbeda-beda. Namun lebih dari itu, pasal ini perlu ada sebagai harmonisasi terhadap UU Perkawinan (tujuan dan filosofi lembaga perkawinan) dan norma lain yang hidup dalam tata kehidupan bangsa Indonesia,’’ kata Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Baca Juga: Dituntut 2 Tahun 3 Bulan Karena Kasus Pencabulan, Kuasa Hukum Korban Mengaku Kecewa

"Kita juga harus secara bijaksana melihat berbagai fenomena permasalahan di masyarakat seperti persekusi (pengarakan oleh masyarakat untuk menimbulkan malu), kawin kontrak yang sering merugikan WNI, dan fenomena lain yang dapat merusak keharmonisan kehidupan bangsa Indonesia. Namun pengaturannya harus dilakukan secara ketat dan terbatas, mengingat dalam hal ini Negara masuk dalam ruang privat sehingga membutuhkan aturan yang jelas dan ketat," tandas politisi asal Karangasem Bali, ini.

Ditambahkan, jika adat istiadat atau norma adat dari daerah tertentu mengatur berbeda, tentu dapat mengesampingkan pasal tersebut secara restoratif, yang dimungkinkan dalam KUHP. Namun tetap dilakukan dengan mekanisme yang sesuai dengan tujuan dan filosofi negara hukum. ***

Halaman:

Editor: I Gusti Ngurah Kartika Mahayadnya

Sumber: Denpasar Update


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x